2017 - Arabic Blog






“Hujan ketujuhmu akan segera turun.”

            Ia mengangguk. Tak perlu mendengar lebih jauh lagi, karena pernyataan itu sudah jelas. Hujan ketujuh adalah akhir. Perdebatan sejak semalam itu masih saja berlanjut. Justru makin bertambah sengit, karena masing-masing pihak kukuh dengan pendiriaannya. Bosan mendengar perdebatan tak berujung itu, sebut saja namanya Sauda, karena ia adalah masa lalu terkelam di antara yang lain, memilih menjauh. Menyusuri lautan seperti biasa. Beberapa yang kebetulan berpapasan dengannya membungkuk, tanda penghormatan.

            Sambil menyusuri laut, Sauda tak sengaja menangkap siluet perempuan di bibir pantai. Rambut panjangnya dibiarkan berkibar tertiup angin. Ia tahu bahwa perempuan itu tengah berperang dengan perasaannya, karena sama sekali tidak peduli terhadap gelombang laut yang menghempas kaki jenjangnya. Hampir tujuh hujan dilewati Sauda di laut ini dan ia masih belum bisa mengerti tentang pikiran manusia. Bahwa laut selalu saja menjadi kubangan duka. Meski begitu pada sisi lain manusia dapat tertawa lepas pula. Jadi apa benar bahwa laut menawarkan duka dan suka pada saat yang sama?

            “Tidakkah ia tahu tentang dongeng dari laut?”

***

            Konon setiap penyakit yang dialami manusia di muka bumi adalah penggugur dosa. Ketika itu Tuhan akan mengutus malaikat untuk mengambil dosanya, kemudian dibuang di laut. Kisah setelah itu selanjutnya menjadi dongeng yang diwariskan turun-temurun. Katanya dosa yang telah dibuang itu akan menjelma menjadi buih lautan dan berinteraksi layaknya manusia, akan tetapi mereka mengemban sebuah misi yang tidak ringan. Setiap dosa harus menemukan tuannya dan membantu agar tidak terjerumus kembali ke dosa yang sama. Jika mereka berhasil menunaikan misi itu, mereka dapat melebur bersama lautan. Sebaliknya jika gagal, maka mereka harus siap jadi santapan ikan-ikan.

            Susah payah Hek menyeret tubuhnya yang gemetar ke bawah pohon kelapa. Tampaknya Tuhan masih belum berniat mencabut nyawanya meski sudah hampir satu jam berdiri bodoh di bibir laut. Dalam keremangan ia tahu bahwa kakinya nyaris membiru. Ia berdecak sedikit kesal. Sebuah usaha sia-sia. Tak ingin bunuh diri, maka ia mencari cara agar mati dengan tenang. Mungkin inilah yang dimaksud enggan hidup, tapi tak berani bunuh diri. Saat itu hujan deras tiba-tiba mengguyur, menyambut kala pertamanya di pantai ini.

            “Apa kabar, Hek?”

            Hek tersentak dengan kehadiran sosok yang tiba-tiba duduk di sampingnya. Mata hitamnya melebar. Siapa sosok asing ini?

            “Tak perlu sekaget itu. Aku mengenalmu dengan baik. Begitupun sebaliknya.”

            Kening Hek berkerut, tetapi kekagetannya mulai reda.

            Sosok itu tertawa kecil. “Tidakkah kau tahu tentang dongeng dari laut?” Tanpa menunggu jawaban Hek, ia melanjutkan. “Laut adalah kubangan duka dan dosa. Buih yang terhempas gelombang itu adalah sekian dari beribu dosa yang terbuang.” Ia menoleh menatap mata Hek dalam-dalam. “Percayakah kau bahwa satu dari sekian buih itu adalah dosamu?”

            “Aku pernah menjadi bagian dari seorang perempuan. Gadis kecil manis dan penurut. Kali pertama membantah orang tuanya, meninggalkan rumah, berkubang dalam maksiat, membunuh sahabatnya, menutup telinga saat mendengar kabar kematian ayahnya… Aku tahu dengan jelas bahwa dosanya sudah tak terhingga. Dan sampai beberapa detik lalu aku masih bertanya-tanya mengapa Tuhan begitu baik membuang dosanya ke laut? Jawabnya, karena sesungguhnya ia masih memiliki hati nurani.”

            Hujan mulai reda dan sosok itu perlahan-lahan memudar.

            Ingatan ketika Hek kecil sakit tiba-tiba menyeruak. Saat itu ibunya bercerita bahwa sakit adalah penggugur dosa. Hek tersentak. “Siapa namamu?”

            “Aku adalah dosa terkelam. Sauda,” ucapnya sebelum menghilang. Hujan terakhirnya telah usai.

***

            Beruntung selama ini Sauda terbiasa menutup perasaannya. Ia menatap sedih ke bibir laut. Bukan nasibnya yang ia pikirkan, tapi nasib perempuan itu. Hek kembali berdiri di bibir laut. Tiga ekor ikan berenang mendekat pada Sauda. Dan ketika ikan itu perlahan menggerogoti tubuhnya, ia tahu bahwa misinya telah gagal. Benar. Sedikit sekali orang yang bertobat atas dosa-dosanya.

***

Takalar, 18 Agustus 2017
 
Created By SoraTemplates | Distributed By Gooyaabi Themes